Forgotten Pearling

by Alisa Sekarningtyas, Nisa Naura, Nadya F Khairina

Terinspirasi dari mutiara laut selatan yang tersebar di Nusa Tenggara, Bali, Maluku, Papua, Sulawesi dan Sumatra Barat. Memiliki potensi yang besar bagi Indonesia untuk disebarluaskan serta dikembangkan kearifannya melalui fesyen. Mutiara laut selatan memerlukan waktu minimal 2 tahun untuk dikembangbiakkan agar menghasilkan mutiara yang bernilai tinggi. Proses yang panjang ini mengakibatkan nilai mutiara ini menjadi mahal dan sebagai simbol kemakmuran.

Mutiara telah diketahui kemewahannya dan digunakan menjadi aksesoris fesyen sejak lama – puncaknya pada akhir abad Victoria sekitar tahun 1880-1900 dan di era 1920an dipengaruhi oleh gaya flapper yang populer pada masa itu, serta dress hitam sebagai warna utama untuk merepresentasikan elegance.

Karya ini diambil dari warna era 1920an, sedangkan lengan balon, bustier, dan siluet sederhana diambil dari akhir abad Victoria. Serta mengadaptasi tren vintage yang sedang bermunculan sekarang dipasar sebagai garis pedoman dalam mendesain.

Judul “Forgotten Pearling” berarti waktu vintage yang terlupakan karena telah berlalu atau waktu dimana kita tidak pernah berada, sehingga tidak memiliki memori nya untuk diingat. Lamanya proses dan pengembangan mutiara pun seolah lekang. Hitam sebagai simbol ‘terlupakan’. Sementara pearling merepresentasikan inspirasi utama karya ini, yaitu mutiara laut selatan.

Material yang digunakan adalah taffeta dan organza dihiasi dengan aplikasi beading dan beadswork. Teknik plisket diaplikasikan pada kain untuk menciptakan tekstur seperti cangkang kerang, sementara beading dan beadswork menggunakan mutiara berbagai macam ukuran. Dilengkapi dengan payet bambu emas yang dibentuk menjadi bentukan cangkang kerang dalam 2D dan 3D. Tidak lupa menambahkan gantungan yang diambil dari detail gaya flapper.